top of page
  • Facebook
  • Instagram
  • YouTube

(Transformasi) Kembali

Writer's picture: EvieEvie

Siapkah kita untuk ‘kembali’?

Kembali tidak selalu berarti kematian secara fisik. Dalam salah satu ajaran (Islam), manusia justru diminta untuk ‘mati’ sebelum mati. Mati yang disebut terakhir adalah ketika ajal menjemput.

Mati yang pertama merujuk pada kesadaran dan ‘kematian’ akan aspek-aspek diri yang sudah usang, atau dengan kata lain, sudah tak relevan dalam langkah ke depan.

Kita seringkali lupa bahwa tujuan penciptaan seorang hamba tidak melulu identik dengan penyembahan lewat ritual, tapi fungsi utama seorang hamba adalah melayani. Seorang manusia bisa melayani Tuhannya dengan sempurna tak hanya bila ia menuruti semua perkataan Tuhannya, tapi terutama bila ia MEMBIARKAN DIRINYA MENJADI apa yang diniatkan Tuhannya untuk Dirinya.

Seekor ulat melayani Tuhannya dengan sempurna bila ia menjadi kupu-kupu dengan warna sesuai keinginan Tuhannya. Seekor ulat yang menolak untuk menjadi kupu-kupu dan memilih untuk tetap menjadi ulat, tidak menjalankan perannya dengan sempurna, karena ia menolak untuk menjadi sebentuk diri yang sempurna, yaitu kupu-kupu.

Sebuah benih pohon mangga, meraih kesempurnaan dengan tumbuh sesuai benihnya. Tugasnya hanya 1, tumbuh. Dengan pengaruh berbagai faktor luar, mulai dari angin, tanah, air, lokasi, dsb, ada yang berbuah lebat dan ada yang sedang-sedang saja. Ada yang dinikmati manusia. Ada yang dinikmati kelelawar. Dan pohon mangga tetap berbahagia karena dia telah menjalankan satu-satunya misinya: tumbuh.

Manusia TIDAK sesederhana itu. Mengenali misi menjadi rumit karena manusia dikaruniai pikiran - a blessing and a curse. Sebuah buah simalakama yang bisa menjauhkan dan mendekatkan pada takdir sejatinya.

Juga, aspek pertumbuhan manusia tidak hanya fisik, tapi juga batin. Tidak hanya tubuh, tapi juga psikologis, mental, dan spiritual. Kejadian-kejadian di kehidupan membentuk persepsi, emosi, dan sebagian menetap di diri kita sebagai batu-batu penghalang yang membuat kita tidak bisa melihat jernih ke dalam.

Perjalanan kita untuk menjadi kupu-kupu tidak mudah. Kita adalah si ulat yang lupa bahwa dirinya ulat yang harus menjadi kupu-kupu.

Jadi, kita hidup dengan persepsi atas diri kita sendiri, mungkin menganggap diri burung dan mencoba terbang, atau laba-laba dan mencoba membuat jaring. Mungkin sukses, tapi bukan di jalannya.

Dengan kata lain, kita berusaha menjadi sukses tanpa berusaha menemukan kembali makna diri, tanpa mencari tahu ‘benih seperti apa yang Dia tanamkan dalam diri dan apa yang seharusnya keluar dari benih tersebut.’ Kesempurnaan manusia bukan terletak di ‘surga’, yang dijanjikan sebagai hadiah, tapi dari mewujudkan cita-cita Tuhan atas kita.


Tentunya, Tuhan yang Maha Tahu sudah terlebih dahulu memberikan solusinya dari awal. Ajaran-ajaran, baik dalam agama atau tradisi, apapun itu, membantu manusia untuk menemukan keseimbangan seluruh aspek-aspek tersebut, melalui ritual dan nilai yang terkandung dan ditransmisikan.

Sayangnya, dengan tergerusnya waktu, semakin jauh timeline kita dari waktu turunnya ajaran tersebut, banyak dari ritual, apapun agamanya, yang penerapannya jadi tidak menyentuh aspek spiritual - koneksi yang sesungguhnya dengan Sang Maha, hal utama yang bisa menyadarkan kita apa peran kita yang sesungguhnya.

Salah ajaran dan ritual-nyakah? Tentu tidak. Kesalahan ada di manusia. Karena persepsi. Karena penafsiran. Karena ajaran yang langsung diserap tanpa dikembalikan ke hati. Karena banyak dari kita ber-ajaran (beragama) dan mengartikan ajaran dengan rasa takut, bukan dengan cinta kasih. Mereka yang tidak beragama juga banyak yang menjalani hidup dengan rasa takut dan ketidakmengertian akan ‘kembali’, akan kebahagiaan sejati, akan tugas melayani.

Pertanyaannya hanya satu. Bukannya, ‘siapkah kita untuk masuk surga’, tapi ‘siapkah kita untuk terkoneksi kembali dengan Dia’? Karena definisi ‘surga’ tergantung pada persepsi sementara kebersamaan dengan Dia adalah pengalaman nyata yang tidak dipengaruhi apa-apa — sebuah kebersamaan denganNya tidak pernah salah di mata ajaran tradisi atau agama manapun.

Di masa-masa seperti ini, mungkin ada baiknya bila kita mulai menikmati kesenyapan hati sembari berkata, ‘Dear Lord, show me YOUR Truth and allow me to feel your presence.’

Karena hanya Dia, yang bisa membimbing manusia untuk kembali padaNya, untuk kembali pada fitrahNya, untuk menjadi diri dengan potensi terbaik sesuai keinginanNya - transformasi yang sesungguhnya.

Dan sesungguhnya Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Related Posts

See All

Comentários


A Blog by Dina & Evie

Heal & Grow Facilitators RELUNGMAKNA.ID

Owls.png

Subscribe here and get the latest updates!

THANK YOU FOR SUBMITTING!

© 2021 by Awake in A Dream. All rights reserved.

bottom of page