Mencoba 'Mainan' Baru: Conscious Dance/Movement
Entah karena saya memang doyan nari, atau memang doyan mencoba yang tak biasa, setelah cukup lama penasaran akhirnya kemarin saya mengikuti salah satu workshop conscious dance/movement bertema ‘Integrating the Lower and the Higher Self’. Berhubung diadakannya di belahan bumi lain, kalau dikonversi ke WIB, sesi dimulai pukul 8 malam dan selesai pukul 2 pagi. Iya, 6 jam, dengan diselingi 1 jam istirahat di antaranya.
Setelah penjelasan singkat, menari bebas pun dimulai. Namun, tak sekadar gerak. Karena ingin mengintegrasikan lower & higher self, kita pertama-tama harus bisa ‘mendengar’. Jadi, peserta diminta bergerak dengan mendengar keinginan tubuh. Setelah beberapa lagu, fokusnya berubah, ke ‘allowing’ - membiarkan apa yang harus ada, untuk ada di sana, memperluas cakrawala penerimaan. Setelah itu, ‘opening’ untuk membuka diri kita terhadap berbagai kemungkinan dan kesempatan untuk pulih, bertumbuh, dan bertransformasi. Dan terakhir, ‘moving forward’, menerima apapun dan melangkah ke depan.
Nah, itu baru pemanasan. Barulah setelah itu masuk ke tema utamanya.
Kerangka yang dipakai adalah 4 lapis keadaan psikologis diri manusia: Mask (topeng yang kita pakai di bagian luar), yang menutupi ‘Lower Self’, yang mencoba memproteksi ‘Childhood Wound’. Dan, di tengah, sebagai pusat dari segala, adalah 'Higher Self'. Jadi, kita menari untuk merasakan setiap bagian tersebut.
![](https://static.wixstatic.com/media/nsplsh_ec5e8e287b04433aadf4f9e3b75132bd~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_674,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/nsplsh_ec5e8e287b04433aadf4f9e3b75132bd~mv2.jpg)
-MASK-
Bagi saya, ini adalah bagian yang sangat-sangat seru, karena kita diminta menari dengan topeng diri yang selama ini dipakai untuk berinteraksi dengan orang lain. Sebuah pembuka mata yang lucu dan mencerahkan. Kita diminta berpartner dengan orang lain, dan bergantian menari — sementara yang satu menari, yang lain holding the space dan jadi saksi.
Saya merasakan bagaimana tubuh ini menari dengan segala bentuk topeng yang ada di dalam diri. Keluarlah sisi-sisi diri yang selama ini tak terlalu terlihat, tapi sebenarnya mendominasi. Saya bergerak dengan menampilkan diri sebagai seseorang yang fleksibel, yang mencoba melayani dan menyenangkan orang lain, yang mencoba sok asik dan ingin dilihat ‘cool’. Saya ingin orang melihat itu semua sehingga saya bisa tetap menyembunyikan ‘lower self’, sisi-sisi yang tak ingin saya akui dan saya anggap memalukan atau mengerikan.
Saya merasa seperti sedang menari di pesta abad pertengahan yang para wanitanya memakai gaun lebar-lebar dan sambil memegang kipas, kemudian bergosip kiri kanan sambil melambai-lambaikan tangan dan kipasnya. Seperti sedang berperan di sebuah panggung drama....
![](https://static.wixstatic.com/media/nsplsh_1c7b36807a8e4df49777c5b840f60bb7~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_653,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/nsplsh_1c7b36807a8e4df49777c5b840f60bb7~mv2.jpg)
-LOWER SELF-
‘Sisi gelap diri yang kalau bisa nggak usah ada.’ Itu definisi pribadi saya tentang Lower Self. Namun, ternyata justru sisi-sisi gelap ini harus diakui dan diberikan ruang untuk bertumbuh. Ini bagian dari diri yang harus diakui keberadaannya, dan diterima. Hanya dengan cara itu dia bisa bertransformasi.
Waktu menarikan bagian ini, rasanya depresi dan membingungkan. Memang itu efek yang diberikan si Lower Self — membuat kita tak berpijak ke realitas sehingga setiap langkah dalam kehidupan diikuti oleh kemarahan, kebingungan, keserakahan, ketakutan, dsb.
Fasilitator meminta peserta untuk mencoba mencari benang koneksi dari Lower Self ini ke Higher Self, dimulai dengan menyadari bahwa walaupun tampak 'buruk', perannya hanyalah mencoba melindungi diri kita dari memasuki Childhood Wound -- sikap protektif yang relasinya bisa ditarik hingga ke Higher Self, namun salah kaprah dalam penerapannya.
![](https://static.wixstatic.com/media/1e9a29_59b69251a94448c78c346ecbd209239a~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_770,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/1e9a29_59b69251a94448c78c346ecbd209239a~mv2.jpg)
-CHILDHOOD WOUND-
Setiap orang punya luka, yang akan membuat diri seperti mengerut dan mundur ke sudut ruang untuk mencari ruang aman. Bagian ini seperti anak kecil yang tidak mau bertumbuh — masih mencari kasih sayang, masih mencoba mencari validasi dalam setiap langkah, tidak matang.
Di segmen ini, kita diminta untuk perlahan-lahan mencoba membuka si Inner Child. Partner saya di latihan kali ini adalah seorang nenek yang duduk di kursi roda -- luar biasa
Saya bergerak tanpa ekspektasi, dan terus terang sudah mulai pegal -- saya sempat melihat jam dinding dan berpikir kapan selesai. Namun, tiba-tiba sebuah rasa sakit keluar begitu aja dari dalam — seorang anak yang terluka karena merasa dunia bukan tempat yang aman dan menyenangkan. So many pain in the world, so many wars, so many hatred, so many tears, so many hunger. Anak ini tidak ingin hidup dan selalu ingin kembali ke tempat asalinya. For her, the world is a hopeless place. Humanity is hopeless. Being human is hopeless.
Di titik ini, saya basah kuyup, oleh keringat dan air mata.
Saya bergerak dengan mendengarkan tubuh, berjalan membentuk lingkaran besar, memberi ruang pada si Inner Child yang ada di tengah lingkaran, untuk mendapat ruangnya sendiri untuk diterima, bertumbuh, dan berekspresi. Ketika akhirnya sisi Inner Child ini siap, saya masuk ke dalam lingkaran dan menari bersamanya hingga dia kembali menjadi bagian dari diri..
![](https://static.wixstatic.com/media/1e9a29_57c6d04c4b744da397b68d9ea319d8a5~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_744,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/1e9a29_57c6d04c4b744da397b68d9ea319d8a5~mv2.jpg)
-HIGHER SELF-
Ini adalah sisi yang selalu ada, yang tak pernah terpisah dari Sang Ilahi, yang terkoneksi dengan (dan tak lain dari) Sang Ilahi itu sendiri. Suara Sejati yang membimbing setiap langkah kita, bila kita sadari dan izinkan. Ketika kita berkata bahwa kita mengharap ‘ridha Ilahi’, ini adalah Sang Ridha itu sendiri — bergerak dalam kehidupan dengan mendengar bimbingan The Higher Self adalah mendapat ridha Ilahi karena Dia adalah Sang Ridha itu sendiri.
Partner saya di bagian ini adalah seorang wanita yang bagi saya tampak seperti pengejewantahan dari Divine Feminine. Geraknya anggun dan sangat indah. Pembawaannya seperti seorang angelic being yang rasanya seperti sureal untuk ada di dunia modern ini.
Di sela-sela gerakan saya sendiri, saya mendapat cicipan rasa Sang ‘Divine Feminine’, yang selalu ada dan tak pernah terpisah dari diri, dan hadir dalam setiap gerak langkah. DIA juga meyakinkan Innerchild bahwa semua akan baik-baik saja — bahkan semua selalu baik-baik saja. Bahwa kita akan mendapat kasih sayang yang dibutuhkan, selalu, setiap saat.
Pukul 01.50 WIB, semua duduk kembali dan beberapa peserta berbagi pengalamannya. Pukul 02.10, sesi ditutup dan acara selesai. Secara umum, ini pengalaman baru yang mencerahkan bagi saya.
Sang Maha Kuasa menyediakan banyak jalan untuk masuk dan mengenal diri kita untuk kemudian mengenalNya, dan ternyata memang lewat gerakan, kita pun bisa masuk ke dalam diri dan menyaksikanNya. DIA memang Sang Maha Pengasih dan Penyayang bagi semua ciptaanNya di muka bumi dan di seluruh semesta raya.
Comments