Dimensi Batin 1 Suro
- Dina
- Aug 11, 2021
- 3 min read
Updated: Aug 25, 2021
Bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriyah dalam kalender Jawa disebut dengan Bulan Suro. Suro berasal dari kata “Asyura” (bhs Arab) yang berarti “kesepuluh”, yaitu merujuk pada tanggal 10 Muharram. Sejak tradisi Jahiliyah Arab hingga datangnya ajaran Islam, bulan Muharram dikenal sebagai bulan yang diutamakan dan dimuliakan. Berbagai peristiwa bersejarah penuh makna terjadi pada bulan ini seperti misalnya peristiwa Nabi Musa diselamatkan dari kejaran Firaun hingga peristiwa meninggalnya imam Hussein di Karbala.
Ritual 1 Suro telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 Masehi). Warna Islam merasuki tradisi pergantian tahun, setelah Sultan Agung Hanyakrakusuma bertahta sebagai Raja Mataram. Raja yang terkenal taat kepada agama Islam ini mengubah kalender Saka (perpaduan Jawa - Hindu) menjadi kalender Sultan Agung.
Sajian spesial untuk menjelang malam tahun baru 1 Suro adalah bubur suro yang dibuat dari beras, santan, garam jahe dan sereh. Bubur tersebut biasanya ditaburi serpihan jeruk bali dan bulir buah delima serta tujuh jenis kacang: kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang tholo, dan kacang bogor – sebagian direbus dan sebagian digoreng. Disajikan bersama opor ayam, sambal goreng labu berkuah encer dan pedas, dilengkapi dengan irisan ketimun serta daun kemangi. Bubur suro tidak hanya bergizi tetapi mengambarkan semua pengalaman hidup kita: ada asin, manis, pedas, keras, dan lembut, silih berganti.

Gambar: Bubur Suro
Sebagai pelengkap disajikan pula sekapur sirih sebagai tanda penyambutan kedatangan tahun yang baru. Kembar mayang yang berupa dua vas bunga berisi tujuh kuntum bunga mawar merah, tujuh kuntum bunga mawar putih, tujuh lembar daun pandan, dan tujuh ronce (rangkaian) melati. Tujuh kuntum menggambarkan ada tujuh hari dalam seminggu dan dalam kehidupan kita harus selalu punya tekad dan keberanian untuk bertindak benar (dilambangkan dengan mawar) dengan dilandasi niat yang baik dan suci (dilambangkan dengan mawar putih) sehingga semua kegiatan kita membawa keharuman (pandan dan melati sebagai simbolnya). Ditambah dengan sekeranjang buah yang terdiri dari tujuh macam buah yang masing-masingnya terdiri dari tujuh butir (melambangkan agar semua perbuatan menghasilkan buah yang manis dan bermanfaat).
Peringatan 1 suro di keraton Solo dan Jogja selalu dimulai tepat pada pukul 0.00 tanggal 1 Suro dengan tradisi mbisu mubeng benteng (ritual tapa bisu sambil mengelilingi benteng keraton) dalam jumlah ganjil. Kemudian esok harinya kraton menyediakan tumpeng raksasa untuk acara Grebeg Suro. Ritual lain yang juga dilakukan pada saat 1 Suro adalah larungan sesaji (membuang sesaji ke tengah laut) di pantai selatan pulau Jawa, menjamas pusaka (memandikan benda-benda pusaka seperti keris, tombak, dll), tirakat, tuguran (tidak tidur semalam suntuk), dan menyepi. Sebagian masyarakat juga menghidangkan bubur Suro menjelang malam 1 Suro.

Gambar: Tumpeng Grebeg Suro
Tradisi Jawa memang penuh dengan simbol-simbol yang terkadang tidak mudah dipahami sehingga menurut anggapan sebagian orang tradisi tersebut bertentangan dengan agama. Sesungguhnya apabila kita mampu memahami dan memaknai tradisi tersebut maka kita dapat menemukan esensi spiritualitasnya yang tak berbeda dengan esensi spiritualitas dalam agama.
Ritual tirakat sama halnya dengan puasa yang bertujuan untuk menahan hawa nafsu. Tuguran dan menyepi adalah kegiatan introspeksi diri serta mengingat dan berdoa untuk mendekatkan diri kepada Sang Ilahi. Mbisu mubeng benteng mensimbolisasikan perjalanan kehidupan kita yang harus selalu dipenuhi dengan kesadaran sehingga kita dapat menjadi saksi kehadiran Ilahi pada diri dan kehidupan kita. Menjamas (memandikan) pusaka seakan menjadi simbol bagaimana seharusnya kita merawat dan memelihara diri kita. Pembacaan doa pada saat memandikan benda pusaka mengambarkan kebutuhan diri kita tidak hanya pemenuhan kebutuhan fisik semata melainkan juga kebutuhan spiritual. Larungan sesaji simbolisasi hubungan manusia dengan alam, bagaimana manusia mengekspresikan rasa syukurnya terhadap alam. Tumpeng grebek Suro yang disediakan oleh keraton menjadi simbol hubungan raja yang mengayomi dan memberikan kemakmuran bagi rakyatnya.
Pemahaman peringatan tanggal satu suro adalah peringatan dan untuk mengingatkan kembali bahwa manusia dalam kehidupannya harus senantiasa mengejawantahkan tugas kemanusiaannya serta menyadari dan menyembah Gusti, yang Tunggal, yang menciptakan manusia dan alam raya ini.
Rahayu ...............
Σχόλια